CHA Triyono Martanto: Indonesia Sebaiknya Belajar dari Negara Lain untuk Penyelesaian Sengketa Pajak
Calon Hakim Agung (CHA) ketiga yang diwawancara dari Kamar TUN adalah Hakim Pengadilan Pajak Triyono Martanto.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon Hakim Agung (CHA) ketiga yang diwawancara dari Kamar TUN adalah Hakim Pengadilan Pajak Triyono Martanto.Triyono. Ia sempat mengungkapkan pengalamannya saat mengikuti pertemuan dihadiri hakim pajak dari berbagai negara Asia. Indonesia menjadi negara yang memiliki sengketa pajak paling banyak. Ia berharap Indonesia dapat belajar dari negara lain sehingga sengketa pajak menjadi berkurang.

 

“Saya berharap putusan MA menjadi landmark bagi akademisi dan praktisi baik di dalam dan luar negeri. Motivasi saya, saya melihat sengketa pajak yang belum selesai, saya bermimpi seperti di Eropa perkaranya sedikit,” harap Triyono.

 

Kemudian ia mencontohkan bagaimana cara Jerman hingga memiliki sengketa pajak yang rendah. Ketika Mahkamah Agung (MA) Jerman memutus suatu perkara, katanya, maka kemudian diturunkan dalam bentuk peraturan perundangan sehingga tidak ada lagi kasus sengketa yang berulang. Jadi ia menjadi hakim agung, substansi perkara akan lebih banyak digali saat memutus suatu perkara. Bahkan ia ingin memberdayakan penggunaan artificial intelligence (AI), yakni mesin yang digunakan untuk analisis. Triyono pun bercita-cita seperti di Cina yang menggunakan AI.

 

“AI ini bukan produk hukum, tapi guidance. Para pencari keadilan juga bisa menggunakan, sehingga bisa mengira jika perkara ini, maka putusan seperti ini hasilnya,” jelas Triyono.

 

Ia juga menyoroti soal e-court dan e-Litigation yang menjadi kelebihan pengadilan pajak. Namun, ia mengakui kelemahan berada pada bagian pembuktian yaitu menggunakan dropbox dan cloud sehingga yang bisa mengakses berkas perkara dan alat bukti hanya para pihak. Jika para pihak masih membutuhkan bukti, lanjutnya, pengadilan memberikan kesempatan untuk memeriksa keaslian alat bukti.

 

“Hampir 78-80% sengketa di MA Kamar TUN itu terkait pajak sehingga harus segera dibenahi. Kita perlu otomatisasi terkait PK. Saya mencoba kita tidak hanya paper less, tapi less paper sehingga ruangan MA tidak banyak berkas dan disinkronkan dengan pengadilan pajak,” pungkas Triyono. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait