CHA Heru Pramono: KEPPH Bantu Hakim Selesaikan Perkara yang Datang Berbagai Etnis dan Suku
Calon hakim agung pertama pada kamar perdata yang mengikuti rangkaian seleksi wawancara terbuka, Senin (25/4) adalah Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Heru Pramono.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung pertama pada kamar perdata yang mengikuti rangkaian seleksi wawancara terbuka, Senin (25/4) adalah Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta Heru Pramono. Calon ditanya mengenai peran hakim dalam tujuan bernegara khususnya melindungi segenap bangsa Indonesia oleh salah satu panelis.

 

Heru menjelaskan bahwa di tengah berperkara di pengadilan yang berasal dari para pencari keadilan dari berbagai etnis suku berbeda, hakim masih dapat mengayomi serta melindungi seluruh warga negara dengan posisi dan kedudukan yang sama dengan cara menerapkan kode etik bahwa hakim tidak memihak dan tidak terkesan berpihak.

 

Kemudian untuk melindungi segenap bangsa kaitannya dengan tugas hakim, banyak yang bisa diperbuat, salah satunya dengan mengembangkan tujuan dalam bertugas.

 

"Pada saat menangani suatu perkara, kita bisa berpikir lebih luas lagi bahwa tujuan utamanya tidak hanya menegakkan hukum dan keadilan, melainkan juga melindungi segenap bangsa Indonesia," ungkap Heru.

 

Dalam kesempatan ini juga calon menjabarkan dua inovasi yang mendesak guna menyelesaikan pemasalahan penumpukan perkara pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).

 

Pertama, perlu adanya monitoring evaluasi terhadap perkara yang ditangani supaya semua perkara dapat ditreking prosesnya. Kedua, dengan memanfaatkan teknologi informasi dalam manajemen perkara melalui optimalisasi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) yang pada praktiknya masih diperlukan perbaikan.

 

"SIPP perkara belum terintegrasi itu adalah kelemahannya. Sehingga orang yang mengajukan PK, dan kasasi harus menginput kembali ke sistem informasi kita. Ini perlu terintegrasi dengan MA, sehingga tidak membedakan antara MA, tingkat banding dan tingkat pertama karena perkara itu berawal dari tingkat pertama,” ungkap Heru.

 

Pertanyaan lain juga dilontarkan publik melalui kanal Youtube Komisi Yudisial terkait permasalah yang kini menjadi perhatian publik, yaitu seputar penipuan yang berkedok investari. Publik mempertanyakan bagaimana calon mengklasifikasikan suatu perkara termasuk penipuan atau murni perkata perdata.

 

Dalam perkara yang muncul terkait perkembangan teknologi informasi yang terkait trading dan lainnya, calon menegaskan bahwa fokus perkara pafa bidang pidananya. Calon juga memprediksi bahwa di masa kasus-kasus serupa akan banyak dilaporkan pada peradilan perdata. Fenomena ini sudah menunjukan lampu kuning bagi para hakim perdata dan pengadilan perdata untuk lebih siap mengadili perkara serupa.

 

"Karena perbuatan robot trading ini pasti akan banyak merugikan, bukan tidak mungkin orang akan berbondong-bondong menggugat pada peradilan negeri, apalagi kalau sudah diputuskan itu melanggar pidananya. Saya kira kita harus sudah menyiapkan dasar-dasar untuk menyelesaikan masalah ini, " pungkas Heru. (KY/Halima/Festy)

 


Berita Terkait