Calon Hakim adhoc Tipikor Amir Aswan: Pelaku Tipikor Perlu Diberikan Efek Jera
Calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di MA kedua yang mengikuti rangkaian seleksi wawancara di hari terakhir, Kamis (28/4), adalah Amir Aswan yang merupakan mantan hakim ad hoc Tipikor yang pernah bertugas pada Pengadilan Negeri Jambi.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim ad hoc Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di MA kedua yang mengikuti rangkaian seleksi wawancara di hari terakhir, Kamis (28/4), adalah Amir Aswan yang merupakan mantan hakim ad hoc Tipikor yang pernah bertugas pada Pengadilan Negeri Jambi. 

 

Spesifik menggali argumen dan wawasan pada kebidangan, calon ditanya pandangannya mengenai isu yang bergulir di tengah publik yaitu berkaitan dengan konsep restorative justice pada perkara Tipikor. Calon menjabarkan bahwa konsep ini bukan hal baru karena di pengadilan konsep restorative justice sudah dilaksanakan terhadap perkara-perkara tertentu seperti pada perkara anak. 

 

Namun ketika memaparkan pandangannya mengenai restorative justice pada perkara tipikor, calon menjawab dengan mengutip pernyataan Mantan Hakim Agung Artidjo Alkotsar bahwa Tipikor tidak dapat diselesaikan di luar pengadilan. Hal ini karena 3 syarat dari restorative justice itu sendiri yang perlu dipenuhi, yaitu adanya perdamaian korban dan pelaku, ada ganti rugi dari pelaku, serta adanya pemulihan. Merujuk pada syarat tertera, syarat itu dirasa calon tidak memungkinkan.

 

"Tipikor terkait dengan kerugian keuangan negara, bisa dikatakan negara tidak dapat diwakilkan oleh siapapun, namun saya tidak tahu nanti akan ada ketentuan terkait ini akan seperti apa, tapi selama ini saya setuju dengan pendapat almarhum Pak Artidjo," jelas Amir Aswan.

 

Selain menganggap bahwa pendapat terkait Tipikor yang dikemukakan oleh Mantan Hakim Agung Artidjo Alkotsar dapat diikuti, calon juga mempertimbangkan dampak sosial dari diberlakukannya restorative justice ini khususnya efek jera dari pelaku Tipikor. Menurutnya, pelaku perlu juga diproses pada tingkat peradilan untuk memberi efek jera.

 

"Memang kalau dilihat 50 juta itu kecil, namun bila secara masif terjadi ditingkat bawah seperti desa dan kecamatan kalau ini kita biarkan atau bisa diselesaikan di luar pengadilan, nanti kita tidak akan menyentuh itu," ungkap Amir.

 

Pada kesempatan ini juga panelis juga menguji terkait masalah-masalah kebangsaan, melontarkan pertanyaan mengenai pandangan calon mengenai tindakan korupsi yang sejatinya merupakan ancaman besar di samping persoalan radikalisme, terorisme dan separatisme yang sedang dihadapi Indonesia. Dalam hal ini calon mengungkapkan kesetujuannya terhadap pernyataan panelis.

 

"Perbuatan korupsi itu sendiri katakanlah mungkin dilupakan. Tapi selaku praktisi kita melihat itu. Dampaknya sudah merambat ditingkat paling bawah desa, keluran ditambah dengan adanya Anggaran Dana Desa (ADD) yang dicanangkan oleh pemerintah. Ini membuat korupsi menyebar sampai bawah, dan kalau terjadi secara masif ini akan menjadi ancaman besar yang nantinya menimbulkan ketidak percayaan publik terhadap pemerintah," tutur Amir.

 

Lebih jauh, calon mengungkapkan kekhawatirannya bahwa tujuan negara sebagaimana tertuang pada UUD 1945 akan sulit tercapai karena adanya Tipikor ini. "Tipikor selaku tindak pidana extra ordinary crime yang dilihat dari segi masifnya kerugian negara sangat besar, ini akan mengakibatkan biaya-biaya

yang diperuntukan untuk biaya-biaya akan diperuntukan untuk tujuan negara seperti unduk keadilan, pendidikan menjadi tidak bisa berjalan," tutup Amir. (KY/Halima/Fesy)


Berita Terkait