CHA Yohanes Priyana Ungkap Dasar Pertimbangan Vonis Lebih Ringan Dari Tuntutan Jaksa Atas Kasus Korupsi
Calon Hakim Agung (CHA) kelima yang diwawancara Kamis (5/8) adalah Hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Kupang Yohannes Priyana.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon Hakim Agung (CHA) kelima yang diwawancara Kamis (5/8) adalah Hakim tinggi pada  Pengadilan Tinggi Kupang Yohannes Priyana. Yohannes diminta pendapatnya terkait apa dasar bagi seorang hakim agar bisa dikatakan telah memenuhi rasa keadilan di masyarakat. Sebagai hakim, Yohannes mengaku telah menerapkan nilai-nilai baik yang diakui secara universal dan memenuhi rasa kemanusiaan yang beradab, sehingga hal itu bisa memenuhi rasa keadilan di seluruh lapisan masyarakat.

 

Joko Sasmito yang bertindak sebagai panelis lebih lanjut meminta penjelasan  agar calon dapat memberikan contoh perkara pidana yang memenuhi rasa keadilan walau adat istiadat dan budaya di masyarakat berbeda. Menurut Joko, dengan memperhatikan budaya masyarakat setempat, maka hakim dapat membuat putusan memenuhi keadilan masyarakat setempat. 

 

"Di Indonesia, hukum pidana bersifat nasional. Jadi, di daerah manapun, tidak ada KUHP lain dan sudah diatur tentang ketentuan pidana tersebut," jelas Yohannes.

 

Kemudian Yohannes juga ditanyakan soal konsep UU Tipikor, apakah memprioritas pengembalian kerugiaan negara atau memberikan hukuman seberat-beratnya kepada pelaku tindak pidana korupsi?

Yohanes kemudian menjawab pada awalnya pembentukan UU korupsi dipandang sebagai extra ordinary crime karena di sana yang dilihat adalah kelakuan jahatnya.

 

"Kemudian dalam praktiknya, semua yang berkaitan dengan anggaran negara dimasukan menjadi extra ordinary crime. Padahal ada yang ternyata aset yang dikorupsi terlalu kecil atau ternyata memang tidak ada perbuatan koruptif tersebut karena bersifat administratif," lanjutnya. 

 

Lebih lanjut calon diminta jawaban atas pertanyaan soal konsep UU Tipikor. Calon pun menegaskan bahwa konsepnya adalah untuk memberikan hukuman yang seberat-beratnya terhadap pelaku. Kemudian Mukti Fajar meluruskan bahwa konsep UU Tipikor sesungguhnya untuk menghukum perbuatan pelaku dengan huluman seberat-beratnya sekaligus mengembalikam kerugian negara.

 

Yohanes Priyana juga diminta penjelasannya soal vonisnya terhadap eks Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari yang lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa.

 

"Karena waktu itu ada pertimbangan personal juga. Karena sudah ada pengenaan aset recovery-nya sudah lumayan. Karena waktu itu, itu termasuk perbuatan turut serta," kata Yohanes.

 

Menurut Yohanes, dalam konsep hukum korupsi, pada pokoknya adalah hal yang senyatanya terdakwa nikmati. Sehingga, majelis menjatuhkan pengganti kerugian berdasarkan perkiraan jumlah yang dinikmati oleh terdakwa. (KY/Festy)


Berita Terkait