CHA Fauzan Ditanya Polemik Rangkap Jabatan Komisaris di BUMN
lon hakim agung terakhir di hari keempat, Jumat (6/8) adalah Hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung (MA) Fauzan.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon hakim agung terakhir di hari keempat, Jumat (6/8) adalah Hakim ad hoc Pengadilan Hubungan Industrial pada Mahkamah Agung (MA) Fauzan. Salah satu panelis yaitu Anggota Komisi Yudisial (KY) Amzulian Rifai bertanya soal isu terkini terkait Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 

 

Amzulian mengungkap hasil temuan Ombudsman RI dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahwa terdapat 397 komisaris di BUMN dan 167 komisaris di anak perusahaan BUMN yang terindikasi rangkap jabatan dan rangkap penghasilan.

 

Ombudsman melakukan pendalaman atau profiling terhadap 281 komisaris yang masih aktif di instansi asal. Hasilnya, sebanyak 91 komisaris atau 32 persen berpotensi konflik kepentingan dan  sebanyak 138 komisaris atau 49 persen tidak sesuai kompetensi teknis dengan BUMN di mana mereka ditempatkan. 

Padahal BUMN diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi negara.

 

Pertanyaan pertama yang diajukam Amzulian adalah regulasi yang mengatur soal  BUMN ini. Namun, calon mengaku lupa terhadap Undang-Undang (UU) BUMN tersebut. Anggota KY Amzulian Rifai menjelaskan bahwa UU yang dimaksud adalah UU Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara. Ia memaklumi apabila calon lupa aturan tersebut.

 

"Saya lupa UU nomor berapa. Saya belum membaca sehingga belum tahu pasti apakah boleh atau tidak komisaris BUMN rangkap jabatan.

Namun secara logika, karena saya belum membaca UU tersebut, komisaris itu mewakili pemegang saham dan telah melewati serangkaian tes sehingga bisa dipercaya sebagai komisaris, melibatkan notaris, dan pengesahannya di kemenkumham sehingga penafsirannya mungkin rangkap jabatan itu menjadi tidak masalah," jelas Fauzan. 

 

Amzulian kemudian mengatakan bahwa calon seharusnya berangkat dari UU, bukan logika yang akhirnya malah mengira-mengira. "Jadi sebagai hakim, apalagi nanti bila jadi hakim agung, hal-hal seperti ini harus Bapak ketahui Bila dilihat dari aspek pelayanan publik ada tujuh UU yang dilanggar," tutur Amzulian.

 

Amzulian kembali bertanya bahwa ada perguruan tinggi negeri yang secara jelas statutanya itu melarang adanya rangkap jabatan. Namun, pejabat struktural menjadi komisaris di BUMN. "Bagaimana menurut Bapak kalau alasan pemerintah menempatkan pejabat tersebut sebagai komisisaris karena mereka diperlukan untuk mengawasi kinerja BUMN tersebut?," tanya Amzulian.

 

"Saya melihat hal itu berdasarkan profesionalime," jawab Fauzan.

 

Panelis melanjutkan pertanyaan penyebab banyaknya BUMN yang merugi. Fauzan menjawab karena budaya korporasi di BUMN itu sendiri. Selain itu, pengelolaannya tidak mendasarkan pada UU Perseroan terbatas dan good corporate governance. Namun, jawaban calon tampaknya tidak memuaskan Amzulian sehingga ia menyarankan calon untuk kembali mempelajari regulasi BUMN mengingat isu ini cukup relevan dengan kasus perdata.

 

Lebih lanjut, calon ditanyakan aspek profesionalisme apabila menjadi hakim agung di kamar Perdata, mengingat latar belakang profesi calon adalah hakim ad hoc hubungan industrial pada Mahkamah Agung (MA). "Perkara di kamar Perdata ini sangat berbeda, bagaimana  keyakinan Bapak untuk dapat memutus dalam perkara perdata sementara pengalaman bapak selama ini hanya memutus kasus hubungan industrial?," tanya Nurdjanah.

 

"Sebelum menjadi hakim ad hoc PHI pada MA, calon merupakan konsultan hukum yang juga menangani perkara perdata seperti kepailitan. Itu menjadi bekal mengapa saya yakin memiliki kapasitas menjadi hakim agung di kamar Perdata," ungkap Fauzan. 

 

Lebih lanjut Anggota KY Siti Nurdjanah menanyakan cara calon menjaga integritas dan kemandirian sebagai hakim.   Fauzan yakin dirinya memiliki integritas kuat untuk tidak mencederai kemuliaan profesi hakim agung.

 

"Sudah lebih dari 14 tahun saya menjadi hakim ad hoc, sehingga secara kebatinan saya tidak lagi berada di ruang komunitas pengacara," tegasnya.  (KY/Festy)


Berita Terkait