CHA Haswandi: Cegah Sengketa Tanah, Pemerintah Perlu Terus Sosialisasi Pengurusan Sertifikat Kepemilikan Tanah Ulayat
Calon Hakim Agung (CHA) keempat yang diwawancara Jumat (6/8) adalah Panitera Muda Perdata Khusus pada Mahkamah Agung (MA) Haswandi.

Jakarta (Komisi Yudisial) - Calon Hakim Agung (CHA) keempat yang diwawancara Jumat (6/8) adalah Panitera Muda Perdata Khusus pada Mahkamah Agung (MA) Haswandi. Calon diberikan pertanyaan isu aktual tentang pertanahan atau agraria terkait problema sertifikasi tanah yang sering berujung kasus sengketa tanah di pengadilan.

 

Haswandi menjawab bahwa masalah pertanahan memang menjadi problem yang cukup rumit, karena masih banyak tanah-tanah yang belum bersertifikat. "Di Sumatera Barat misalnya, banyak tanah adat dan tanah pusaka tinggi yang sampai hari ini belum bersertifikat. Beberapa kendala yang dihadapi adalah  tanah itu milik komunal karena ada yang menjadi milik masyarakat adat, milik kaum di mana penguasaannya sudah turun temurun lima sampai tujuh turunan. 

Akibatnya, pada saat ada akan membuat sertifikat tanah belum ada kesepakatan kaum sehingga tanah tersebut akhrinya belum bersertifikat," jelas Haswandi.

 

Calon kembali melanjutkan, tidak jarang jika ada yang membuat sertifikat atas tanah tersebut, begitu sertifikat tanah dikeluarkan ternyata atas nama pribadi misal Datuk sehingga seolah-olah tanah tersebut menjadi hak milik pribadi yang menyebabkan hilang hak kaum.  Hal inilah yang sering memunculkan terjadi sengketa tanah.

 

"Oleh karena itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi bagaimana kepemilikan hak ulayat ini. Masyarakat perlu diedukasi saat pengajuan sertifikat tanah ulayat sertifikat ditulis milik kaum bukan pribadi. Misalnya, sertifikat mamak si A sebagai mamak ahli waris untuk kaum  X, sehingga terwakili semua kaum di sertifikat tersebut. Sehingga ke depannya tidak menimbulkan sengketa," urai pria kelahiran Payakumbuh ini. 

 

Kemudian Anggota KY Amzulian Rifai mengutip pendapat Sekjen Konsorium Pembaruan Agraria (KPA) bahwa salah satu persoalan agraria di Indonesia adalah politik agraria Indonesia cenderung kapitalistik.

 

Bahwa problema agraria di Indonesia, pertama adalah politik agraria Indonesia cenderung kapitalistik. Kedua, ketimpangan struktur agraria yang tajam. Ketiga, akumulasi konflik agraria struktural. Keempat adalah alih fungsi tanah pertanian yang drastis. 

 

"Bagaimana komentar bapak terhadap

politik agraria Indonesia cenderung kapitalistik," tanya Amzulian. 

 

Haswandi menjawab bahwa ia tidak sependapat. Karena menurutnya, UU Agraria telah mengatur di dalam Pasal 6 yaitu semua hak atas tanah memiliki fungsi sosial.

 

"Saya kurang sependapat karena di dalam UU agraria sudah diatur. Bahkan dalam Pasal 6 sudah disebutkan tanah terlantar kemudian dikuasai oleh negara dan bisa didistribusikan kepada masyarakat. Berarti fungsi sosialnya sangat tinggi.

 

Anggota KY Amzulian kemudian memotong penjelasan calon karena keterbatasan waktu. Menurutnya, KPA melihat realitas bahwa politik agraria memang cenderung kapitalis. Amzulian kemudian menjelaskan bahwa di dalam UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU Cipta Kerja atau Omnibus Law) disebutkan tentang Keberadaan Bank Tanah diatur dalam pasal 125 sampai dengan pasal 135 UU Cipta Kerja.

 

Pemerintah membentuk badan bank tanah yang akan melakukan reforma agraria dan redistribusi tanah kepada masyarakat. "Hal ini lah yang Bapak jelaskan bahwa hak atas tanah memiliki fungsi sosial," pungkas Amzulian mengakhiri.

 

Di kesempatan yang sama, calon juga ditanya motivasinya menjadi hakim agung. Calon menjelaskan ingin berperan serta dalam pembangunan hukum di MA. "Saya juga ingin berperan untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pencari keadilan kepada lembaga peradilan," tuturnya.

 

Bila nanti terpilih menjadi hakim agung, ia akan berupaya untuk menjaga kemandirian hakim dengan menhasilkan putusan yang adil dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. 

 

"Putusan juga harus memiliki petimbangan yg jelas agar masyarakat pencari keadilan dapat memahami putusan tersebut dan percaya kepada lembaga peradilan," pungkasnya. (KY/Festy)


Berita Terkait