CHA H. Mochamad Hatta Ditanya Soal Status Kekayaan BUMN
Calon hakim agung (CHA) keempat yang menjalani wawancara di hari kelima, Sabtu (7/8) adalah Ketua Pengadilan Tinggi Palangkaraya H. Mochammad Hatta.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung (CHA) keempat yang menjalani wawancara di hari kelima, Sabtu (7/8) adalah Ketua Pengadilan Tinggi  Palangkaraya H. Mochammad Hatta. Salah satu panelis bertanya soal permasalahan disparitas putusan. 

 

“Saya membaca karya tulis Pak Hatta berjudul Strategi MA dalam Mengatasi Disparitas Putusan.Saya menanti ide segar terkait hal itu. Menurut Pak Hatta, apa yang perlu disempurnakan dalam strategi MA untuk mengatasi hal itu?,” tanya imam besar Masjid Istiqlal K.H. Nasaruddin Umar.

 

Calon menjawab berdasarkan pengalamannya bahwa disparitas secara alamiah tidak bisa dihindari. Sebagai pimpinan pengadilan di wilayah Kalimantan Tengah, ia telah membuat kriteria-kriteria tertentu sehingga disparitas putusan bisa ditekan. 

 

“Mahkamah Agung juga telah melakukan upaya dalam meminimalisir disparitas yang tajam. Di perkara Pidana, Mahkamah Agung resmi mengeluarkan Peraturan MA No. 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Bila di perkara Perdata, saya memiliki pendapat bahwa perlu adanya pengelompokan bidang-bidang keperdataan, misalnya keluarga,” jelas Hatta berpendapat.

 

Calon juga ditanyakan oleh panelis terkait Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Panelis menanyakan apakah keuangan BUMN termasuk kekayaan negara atau kekaayaan terpisah? Hatta menjelaskan, BUMN adalah jenis badan usaha yang mayoritas sahamnya dikuasai negara. 

 

“Dalam bergerak menjalankan bisnisnya, maka BUMN tunduk pada UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Karena bentuknya perseroan, maka kekayaannya masih milik negara tetapi sudah dipisahkan untuk menjalankan bisnisnya,” jelas Hatta.

 

Panelis kembali menegaskan pendapat calon bahwa kekayaan BUMN itu bukan termasuk kekayaan negara atau kekayaan yang dipisahkan. “Karena ini menyangkut di dalam UU Tipikor disebutkan kerugian BUMN adalah kerugian negara,” tambah Anggota KY Amzulian Rifai. 

 

Hingga saat ini ada dua paham yang berkembang yang memunculkan perdebatan, “apakah keuangan negara atau bukan?. Hatta melanjutkan, apabila terdapat penyimpangan di BUMN, maka bisa diproses karena ada unsur kerugian negara. “Jadi, BUMN tidak bisa dipandang sebagai perseroan murni karena kekayaannya berasal dari kekayaan negara sehingga penyimpangan yang terjadi berakibat pada kerugian kekayaan negara,” pungkas Hatta. (KY/Festy)


Berita Terkait