CHA Imron Rosyadi: Mediasi Wajib Dilakukan untuk Menekan Perceraian
Calon hakim agung kedua dari Kamar Agama yang diwawancara adalah Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda Imron Rosyadi.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung kedua dari Kamar Agama yang diwawancara adalah Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda Imron Rosyadi. Imron disinggung mengenai motivasinya menjadi hakim agung, di mana sudah 4 kali ikut seleksi dan 3 kali sudah sampai tahap wawancara. 

Imron menjelaskan bahwa motivasi menjadi hakim agung adalah menjadi bagian dari lembaga peradilan Indonesia yang agung dalam fungsinya sebagai hakim agung. Menurut Imron, posisi sebagai hakim agung menjadi sangat sentral, baik menjadi role model bagi lingkungan peradilan di bawahnya dan melahirkan putusan-putusan yang berdimensi keadilan, sebagaimana yang dinyatakan dalam visi dan misi Mahkamah Agung (MA). Selain itu, hakim agung dapat menjadi panutan yang memberikan contoh bagaimana seorang hakim harus berintegritas tinggi, bersikap mandiri, termasuk bergaya hidup sederhana dalam kehidupan sehari-hari. 

“Saya selama ini sudah menjadi hakim di tingkat pertama 21 tahun, kemudian menjadi hakim tinggi selama 7 tahun. Saya juga ingin untuk meningkatkan pengabdian saya yang selama ini di judex facti menjadi pada sektor judex juris. Di pengabdian saya hampir selama 30 tahun ini, banyak hal yang bisa saya dapat dan sumbangkan dalam rangka menjadikan MA sebagai peradilan yang agung,” ungkap Imron dalam wawancara, Rabu (1/2) di Auditorium KY, Jakarta.

Dalam upaya merebut kembali kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan, lanjut Imron, hakim harus mampu melahirkan putusan-putusan yang baik dan menarik kepercayaan publik kembali. Artinya, publik yakin bahwa benar-benar mendapatkan keadilan di semua tingkat peradilan. Ini tidak hanya slogan, tapi harus dijadikan internalisasi terhadap para aparat peradilan. 

Dalam sesi pertanyaan masyarakat, Imron ditanyakan upaya yang dapat dilakukan untuk menekan angka perceraian. Imron menjawab, Surat Edaran Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2022 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan sudah mengatur gugatan atau permohonan perceraian. Untuk alasan bahwa masing-masing pihak tidak memberikan nafkah, tidak memberikan kewajiban, maka baru bisa diputus ketika sudah berjalan 12 bulan. Atau ketika mereka terlibat perselisihan terus-menerus, kemudian diikuti dengan pisah tempat tinggal, maka diputus ketika sudah berjalan 6 bulan. 

"Hal ini salah satu regulasi dari MA yang mengatur salah satu cara untuk mempersulit perceraian itu sendiri. Mempersulit bukan berarti memperlama, karena mereka perlu mendapat kepastian hukum apakah diterima ataupun ditolak. Dari sini menjadi salah satu syarat, ketika tidak memenuhi syarat tidak dikabulkan, ketika memenuhi menjadi salah satu pertimbangan. Dalam proses perceraian diwajibkan dilakukan mediasi terlebih dahulu. Meskipun tingkat keberhasilannya tidak terlalu banyak, tapi kewajiban hakim sebelum memeriksa perkara harus menjalani atau memberikan ruang untuk melakukan mediasi kepada kedua belah pihak,” pungkas Imron. 

Seleksi calon hakim agung dilakukan untuk mencari 11 hakim agung dengan rincian: 1 orang di Kamar Perdata, 7 orang di Kamar Pidana, 1 orang di Kamar TUN, 1 orang di Kamar TUN khusus pajak, dan 1 orang di Kamar Agama. Selain itu juga dibutuhkan 3 tiga hakim ad hoc HAM di MA.

Para wawancara, calon akan diuji oleh panelis yang terdiri dari 7 Anggota KY, 1 orang negarawan, dan 1 orang pakar hukum. Panelis akan menggali visi, misi, komitmen, kenegarawanan, integritas dan komitmen, wawasan pengetahuan hukum dan peradilan, dan kompetensi teknis terkait penguasaan hukum formil dan materiil. Calon dari Kamar Agama akan menjawab pertanyaan dari panelis yang terdiri dari Pimpinan dan Anggota KY, Prof. Bagir Manan dari unsur kenegarawanan dan Ketua Kamar Agama Amran Suadi. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait