Semarang (Komisi Yudisial) - Hakim Agung Nani Indrawati menekankan pentingnya seorang hakim mempertimbangkan kesetaraan gender dan stereotip gender saat mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum (PBH). Selain itu, hakim juga harus menggali nilai-nilai hukum, kearifan lokal dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat guna menjamin kesetaraan gender, perlindungan yang setara, dan non diskriminasi.
"Misal dalam pemeriksaan PBH, hakim tidak boleh menunjukkan sikap atau mengeluarkan pernyataan yang merendahkan, menyalahkan, dan mengintimidasi PBH. Hakim juga tidak boleh mempertanyakan dan/atau mempertimbangkan mengenai pengalaman atau latar belakang seksualitas korban sebagai dasar untuk membebaskan pelaku atau meringankan hukuman pelaku," ujar Nani di hadapan peserta pelatihan tematik "Perempuan Berhadapan dengan Hukum”, Kamis, (8/8/2024) di Semarang,
Selanjutnya, hakim juga tidak boleh membenarkan terjadinya diskriminasi terhadap perempuan dengan menggunakan kebudayaan, aturan adat dan praktik tradisional lainnya, maupun menggunakan penafsiran ahli yang bias gender, serta tidak boleh mengeluarkan pernyataan atau pandangan yang mengandung stereotip gender. Selama proses pemeriksaan persidangan, hakim agar mencegah atau menegur para pihak, penasihat hukum, penuntut umum atau kuasa hukum yang bersikap atau membuat pernyataan yang merendahkan, menyalahkan,mengintimidasi dan/atau menggunakan pengalaman atau latar belakang seksualitas PBH.
“Hakim hendaknya juga memberitahukan kepada korban tentang haknya untuk melakukan penggabungan perkara, sesuai dengan Pasal 98 KUH Pidana atau gugatan biasa atau permohonan restitusi sebagaimana diatur di dalam ketentuan peraturan perundang-undangan,” harap Nani.
Menurut Nani, dalam hal pemulihan korban atau pihak yang dirugikan, hakim agar konsisten dengan prinsip dan standar hak asasi manusia, bebas dari stereotip gender, serta mempertimbangkan situasi dan kepentingan korban dari kerugian yang tidak proporsional akibat ketidaksetaraan gender
Apabila PBH mengalami hambatan fisik dan psikis, sehingga membutuhkan pendampingan. Hakim dapat menyarankan kepada PBH untuk menghadirkan dan mengabulkan permintaan PBH untuk menghadirkan pendamping.
"Hakim mengadili perkara perempuan berhadapan dengan hukum berdasarkan asas penghargaan atas harkat dan martabat manusia, nondiskriminasi, kesetaraan gender, persamaan di depan hukum, keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum," pungkas Nani. (KY/Eka Putra/Festy)