akarta (Komisi Yudisial) – Komisi Yudisial (KY) menggelar seleksi wawancara calon hakim agung (CHA) dan calon hakim ad hoc Tipikor di Mahkamah Agung (MA) di Auditorium KY, Jakarta, Senin-Jumat (20-24/06/2016). Di hari pertama ini, sebanyak empat orang CHA, yaitu Gazalba Saleh, I Made Hendra Kusuma, Mochammad Agus Salim, dan Ibrahim mendapatkan kesempatan untuk diwawancarai dari Anggota KY dan panel ahli yang terdiri dari Prof. Dr. Ahmad Syafii Maarif, H. Parman Soeparman (Pidana), dan Harifin A. Tumpa (Perdata).
Gazalba Saleh yang merupakan CHA dari kamar Pidana mendapatkan saat menyampaikan visi misinya menyatakan ingin mempercepat proses kasasi di Mahkamah Agung (MA) dari tiga bulan menjadi satu setengah bulan saja. Pria kelahiran Bone, 15 April 1968 ini juga menyampaikan bahwa misinya adalah untuk menjadikan putusan yang dihasilkan dapat menjadi rujukan bagi para hakim, akademisi dan praktisi hukum.
Saat ditanyakan mengenai sistem kamarisasi di MA, alumni Universitas Hasanuddin ini menyatakan bahwa hal tersebut merupakan hal yang baik. Karena sebelumnya tiap hakim agung bisa menangani perkara yang bukan bidangnya, sehingga putusan yang dihasilkan tidak mencerminkan kepuasan dan rasa keadilan dalam masyarakat.
“Ada dua keuntungan. Pertama, putusan yang dihasilkan akan berkualitas karena yang menangani adalah mereka yang sesuai dengan kompetensi keilmuannya. Kedua, mengurangi disparitas antar putusan yang dihasilkan oleh hakim,” jelas Hakim Tipikor Pengadilan Negeri Bandung ini.
Hal menarik lainnya saat wawancara adalah saat Gazalba Saleh ditanya soal hukuman mati bagi pelaku kejahatan narkotika. Ia sepakat 100% dengan hukuman mati bagi pelaku kejahatan tersebut. Hal tersebut dapat menjadi shock theraphy dan sanksi yang efisien bagi pelaku.
“Negara lain saja menetapkan hukuman mati bagi pelaku narkoba, mengapa Indonesia tidak?” kata Gazelba Saleh. (KY/Noer/Festy)