Fakultas Syariah UNIDA Gontor Kunjungi KY
Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi yang memaparkan tentang wewenang dan tugas KY

Jakarta (Komisi Yudisial) – Guna mengetahui lebih jauh tentang Komisi Yudisial (KY), mahasiswa Program Studi Perbandingan Madzab dan Hukum Fakultas Syari’ah Universitas Darussalam Gontor, Ponorogo melakukan studi pengayaan lapangan (SPL) ke KY, Jumat (27/01) di Ruang Pers KY, Jakarta. Rombongan diterima Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY Farid Wajdi yang memaparkan tentang wewenang dan tugas KY.
 
Dalam kesempatan itu, selain menjelaskan tentang KY, Farid juga banyak mengulas tentang operasi tangkap tangan terhadap salah seorang hakim Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KY menegaskan, hakim MK tidak menjadi objek pengawasan KY.
 
"Terkait peristiwa hangat di media saat ini, saya menginformasikan bahwa untuk pengawasan Hakim MK tidak masuk dalam ranah kewenangan KY,” ujar Juru Bicara KY ini.
 
Sebenarnya dalam Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2004 tentang KY (sebelum diubah menjadi UU Nomor 18 tahun 2011), KY berwenang mengawasi Hakim MK. Dalam perjalanannya, sejumlah hakim melakukan judicial review agar hakim agung tidak diawasi oleh KY. Melalui Putusan MK Nomor: 005/PUU-IV/2006, permohonan tersebut ditolak, namun ada tambahan dalam putusan tersebut bahwa Hakim MK tidak dapat diawasi oleh KY. Terkait hal tersebut, putusan tersebut menjadi perdebatan panjang lantaran pemohon tidak pernah mengajukannya.
 
Ada dua alasan Hakim MK mengeluarkan ultra petita tersebut. “Pertama, Hakim MK menganggap dirinya bukan hakim biasa, sehingga perlakuannya juga tidak bisa sama. Kedua, MK dan KY dianggap sebagai lembaga yang setara, sehingga dianggap tidak elok untuk melakukan pengawasan antar lembaga yang setara. Jika terjadi perselisihan antar lembaga negara, ditakutkan akan terjadi intervensi dari KY terhadap MK,” jelas Farid.
 
Jadi posisi KY dalam kasus yang terjadi saat ini hanyalah sebagai ‘penonton’. Masyarakat tidak tahu mengenai hal tersebut, sehingga banyak yang mempertanyakan mengapa KY tidak mengawasi Hakim MK dan tidak melakukan aksi apapun.
 
“Peristiwa ini tentu saja menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Indonesia. Masyarakat akan menilai, jika hakim di tingkat mahkamah saja bisa dibeli, apalagi hakim pengadilan tingkat bawah,” pungkas Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi KY ini. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait