Kekurangan Hakim Agung, DPR Diharapkan Setujui Usulan KY
Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY Joko Sasmito saat menerima Audiensi Fakultas Syari’ah dan Hukum Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung (FSH IAIN Raden Intan)

Jakarta (Komisi Yudisial) – Undang-undang mengamanatkan Komisi Yudisial (KY) untuk mengusulkan pengangkatan hakim agung dan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan. Namun sebagai lembaga politik, DPR dapat menerima atau menolak setiap calon hakim agung (CHA) dan hakim ad hoc yang diajukan KY. 
 
“DPR bukan lembaga stempel yang tugasnya menyetujui nama CHA yang diajukan, jadi bisa saja mereka tidak menyetujui CHA yang diusulkan KY,” jawab Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim KY Joko Sasmito saat menjawab salah seorang peserta audiensi dari Fakultas Syari’ah dan Hukum Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung (FSH IAIN Raden Intan), Rabu (01/02) di Ruang Pers KY, Jakarta.
 
Namun karena DPR tidak memiliki standar kompetensi CHA yang jelas seperti di KY, lanjut Joko, ada kalanya publik tidak bisa menerima alasan penolakan DPR terhadap nama-nama CHA dan hakim ad hoc  yang diajukan KY.
 
Masalah lain yang timbul dari penolakan CHA dan hakim ad hoc yang diajukan KY oleh DPR adalah tidak terpenuhinya kebutuhan akan hakim Agung dan hakim ad hoc di MA juga cukup tinggi.
 
“Contohnya tahun lalu MA meminta seleksi untuk kebutuhan delapan hakim agung. Karena KY memiliki standar yang cukup tinggi, hanya lima yang diloloskan ke DPR. Dari lima tersebut, hanya tiga yang disetujui oleh DPR. Dan sekarang, MA membutuhkan paling tidak sebelas hakim agung untuk tahun 2017, sedangkan KY memiliki keterbatasan,” ujar Joko.
 
Susindi A.S. selaku dosen pendamping sangat mengapresiasi KY dalam menerima mahasiswanya untuk melakukan audiensi.
 
“Mudah-mudahan mahasiswa mendapat wawasan tentang wewenang dan fungsi KY sehingga menambah wawasan mereka dalam membuat karya ilmiah,” harap Susindi. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait