
Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim agung Hari Sugiharto yang merupakan Hakim Tinggi pada Dirjen Badan Peradilan Militer dan Tata Usaha Negara (TUN) Mahkamah Agung (MA). Hari Sugiharto menjadi satu-satunya calon hakim agung Kamar TUN yang menjalani wawancara terbuka, Jumat (8/8/2025) di Auditorium KY, Jakarta. Calon diwawancara oleh Pimpinan dan Anggota KY didampingi Hakim Agung Irfan Fachruddin sebagai pakar bidang Kamar TUN dan mantan Hakim Konstitusi Maruarar Siahaan sebagai pakar kenegarawanan.
Hari mengupas soal tanah yang dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar. Menurutnya, tanah terlantar jika tanah hak guna usaha, hak pengelolaan, hak pakai, dan lain-lain tetapi tanah itu tidak dipergunakan sebagaimana peruntukan diberikan haknya. Lanjutnya, apabila setelah dilakukan proses pemeriksaan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka tanah yang tidak dipergunakan sesuai tujuan itu dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar. Ketentuan tersebut berlaku bagi tanah-tanah yang dimiliki oleh badan hukum.
“Namun tanah yang dimiliki oleh perorangan dengan HGB, di dalam peraturan pemerintah, tidak dapat dinyatakan sebagai tanah terlantar,” tegas Hari.
Permasalahan yang sering terjadi adalah seorang pemegang hak telah melakukan aktivitas kegiatan di atas tanah, tetapi dalam prosesnya mengalami kendala. Contoh, tanah untuk perkebunan yang sebelumnya harus melalui pembebasan hak, pemberian ganti rugi kepada masyarakat adat, pematangan kesuburan tanah, dan juga pembibitan perlu waktu yang lama.
Pemegang hak perlu membangun sarana dan prasana bagi pekerja sebelum kegiatan perkebunan itu bisa terealisasi, sehingga sering terjadi benturan kepentingan. Di satu sisi, investor sebagai pemegang hak masih berusaha sekuat tenaga memanfaatkan tanah sesuai tujuan atau haknya.
“Namun, di sisi lain penilaian pemerintah melalui BPN memang kurang komprehensif dalam menilai apakah tanah itu sudah digunakan, atau proses digunakan sesuai tujuannya, atau apakah benar ditelantarkan,” beber Hari.
Ia membenarkan dalam PP Nomor 11 Tahun 2010, apabila tanah tidak dipergunakan sebagaimana hak yang diberikan, maka bisa dinyatakan sebagai tanah terlantar.
Namun, bukan berarti apabila tanah itu tidak sesuai dengan peruntukannya, maka dinyatakan sebagai tanah terlantar. Hal ini berkaitan dengan kepentingan investor.
"Jika BPN secara sepihak menentukan progres pemanfaatan tidak sesuai dengan perencanaan awal, lalu BPN menentukan sebagai tanah terlantar, itu juga tidak cermat. Setidaknya, BPN perlu mempertimbangkan ada permasalahan apa di lapangan. Lakukan pembinaan pada pemilik hak. Karena apabila ini bisa dilakukan oleh BPN, saya yakin investasi atau para pengusaha di berbagai bidang bisa optimal dalam mempergunakan hak yang telah diberikan oleh negara,” pungkas Hari. (KY/Noer/Festy)