Pendamping Beri Masukan ke KY soal Pemantauan Sidang Perempuan dan Anak
Peserta Workshop Optimalisasi Peran Masyarakat dalam Pemantauan Persidangan Perempuan dan Anak Berhadapan dengan Hukum, Rabu (1/10/2025) di Kantor Penghubung KY Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Kupang.

Kupang (Komisi Yudisial) - Komisi Yudisial (KY) terus memberikan perhatian pada persidangan perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum. Namun, karena persidangan bersifat tertutup sehingga menjadi kendala saat melakukan pemantauan sidang. Tugas KY ini sebagai upaya agar hakim tidak melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). 

"Sidang perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum bersifat tertutup. Oleh karena itu, KY sedang mencari formulasi terbaik untuk menjawab bagaimana KY bisa mengawasi majelis hakim di Indonesia, baik pada sidang terbuka maupun tertutup,” jelas Kepala Bagian Pemantauan Perilaku Hakim KY Niniek Ariyani, Rabu (1/10/2025) di Kantor Penghubung KY Wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT), Kupang. 

Niniek juga menyoroti urgensi peran krusial peserta dalam sesi diskusi. KY telah menggelar tiga diskusi untuk menjaring aspirasi publik dalam penyusunan policy brief pengawasan preventif melalui pemantauan persidangan perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum, yaitu di Samarinda, Surabaya dan Kupang. 

“Hasil diskusi ini akan kami rangkum bersama Pusham UII untuk mendorong Mahkamah Agung membuat regulasi yang mengatur mekanisme pengawasan preventif, khususnya pada persidangan tertutup,” jelas Niniek.

Lebih jauh, Direktur Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia (Pusham UII) Eko Riyadi menyebutkan bahwa berdasarkan data Kementerian Perempuan dan Anak, isu terkait perkara perempuan dan anak relatif tinggi di Kota Kupang. Ia berharap diskusi ini bukan hanya menyumbang data dalam penyusunan policy brief di KY, tetapi dapat memicu MA untuk mengeluarkan kebijakan terkait pemantauan persidangan tertutup pada perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum.

“Pada ujungnya, fokus kami adalah pada peradilan. Bagaimana perilaku hakim dan aparatur peradilan saat menyidangkan perempuan dan anak baik sebagai pelaku, saksi maupun sebagai korban. Kami akan kompilasi aspirasi bapak dan ibu. Kami berharap data-data dari diskusi ini  akan menjadi trigger bagi MA untuk mengeluarkan kebijakan agar perkara perempuan dan anak dapat dijalankan secara fair," harap Eko.

Dalam diskusi terungkap bahwa tidak ada resistensi dari lembaga peradilan saat Penghubung KY NTT melakukan pemantauan. "Hal ini disebabkan oleh hakim yang cenderung butuh legitimasi persidangan sudah berjalan sebagaimana mestinya karena keberadaan KY saat sidang," jelas Koordinator Penghubung KY NTT Hendrikus Ara.

Namun, kendala masih dijumpai pada pendamping yang praktiknya masih sering tidak diizinkan hadir pada proses persidangan tertentu. Pendamping kehadirannya sangat terbatas karena bisa hadir saat pemeriksaan saksi yang didampingi saja. Padahal pada beberapa kasus, ada ahli yang dihadirkan pelaku cenderung memojokkan perempuan atau anak sebagai korban. Bahkan, ada juga hakim yang menyampaikan pertanyaan yang cenderung kasar sehingga menimbulkan perasaan kurang nyaman. 

"Pemantau KY dinilai penting untuk hadir pada proses persidangan yang krusial, seperti pemeriksaan saksi dan ahli pada persidangan perkara perempuan dan anak berhadapan dengan hukum," lanjut Eko. (KY/Halima/Festy)


Berita Terkait