Albertina Ho Ingatkan Hakim Bertindak Tegas
Hari kedua (25/11) Workshop Jarak Jauh Peningkatan Kapasitas Hakim di tahun 2020 oleh Komisi Yudisial (KY) menghadirkan narasumber Albertina Ho.

Depok (Komisi Yudisial) – Hari kedua (25/11) Workshop Jarak Jauh Peningkatan Kapasitas Hakim di tahun 2020 oleh Komisi Yudisial (KY) menghadirkan narasumber Albertina Ho. Hakim tinggi dan Anggota Dewan Pengawas KPK ini membawakan materi “Etika Komunikasi dalam Persidangan”. Materi ini sangat diminati oleh peserta, dengan banyaknya pertanyaan yang disampaikan dalam sesi tanya jawab.

Albertina ditanyakan bagaimana caranya bersikap jika bertemu penasihat hukum atau advokat yang tidak komunikatif, padahal sebagai hakim sudah menahan diri. Ada juga pertanyaan bagaimana tips bersidang di daerah yang orangnya keras-keras. Albertina bercerita bahwa dia pernah bertugas di daerah yang cara berbicaranya keras. Jangan membayangkan di Jakarta orangnya halus-halus berbicaranya. Karena penasihat hukum itu berasal dari berbagai daerah, yang kebetulan bertugas di Jakarta. Sering baru ngomong pihak saksi, sudah diinterupsi oleh penasihat hukum.

“Kita sebagai hakim perlu belajar sabar. Caranya begitu hakim begitu masuk ke ruang sidang, kita yang harus menguasai ruang sidang. Setelahnya duduk dan bersikap tegas, jangan cengengesan. Jangan kita malah makan minum atau berbicara di ruang sidang. Saat duduk, tatap semua orang yang berada di ruang sidang, jangan takut atau menunduk ke bawah. Setelah itu baru buka sidang,” ujar Albertina.

Jika melihat pengunjung sidang banyak, meskipun tata tertib sidang sudah dibacakan, majelis hakim ulangi lagi membaca tata tertib untuk menunjukan adanya perhatian. Jika ada yang melanggar tata tertib sidang, ditegur atau diusir dari ruang sidang. Dengan menunjukkan sikap demikian, hakim sudah dilihat tegas.

“Setelah itu bersidang seperti biasa. Perhatikan detail. Jika ada ada yang menyimpang dalam proses persidangan, jangan menunggu diinterupsi, kita yang potong langsung. Kita harus menunjukan bahwa kita mengikuti tiap detail proses persidangan,” kata Albertina.

Jika ada penasihat hukum yang tidak benar, tegur. Oknum seperti itu biasanya suaranya saja yang keras. Tegur agar ngomong tidak usah keras, nadanya biasa saja. Jika masih tidak bisa mengendalikan diri, persilahkan keluar dari ruang sidang. Albertina pernah bersidang, di mana tidak ada pertanyaan yang tidak diinterupsi penasihat hukum terdakwa. Ketua majelis waktu itu mungkin tidak mau ribet, meminta Albertina untuk menangani hal itu.

“Jadi saya sering tegur. Saat saya tegur kembali, mungkin dia jengkel, dia bilang saya minta ketua majelis yang menjawab. Saya jawab, bahwa posisi majelis sama di sini, dan dia terdiam,” beber Albertina.

Pernah juga terdakwanya merupakan penasihat hukum terkenal. Setiap selesai mendengar keterangan saksi, ditanggapi dengan berdiri dan memberi jawaban panjang lebar seperti pidato.

“Sekali dua kali saya biarkan. Setelahnya saya bilang, saudara duduk saja, dan jawab pernyataan saksi benar atau tidak. Dia kaget dan langsung duduk, dan setelahnya menjawab benar atau tidak saja,” ungkap Albertina.

Ketegasan di ruang sidang menunjukan kewibawaan hakim. Supaya bisa tegas, hakim harus menguasai hukum acara sebagai senjata. Tidak semua diatur dalam hukum acara, jadi berikutnya yang dikuasai adalah praktik peradilan. Bisa dari diskusi dengan senior atau rekan sejawat yang pernah mengalami pengalaman yang sama.

“Jika kita merasa saran mereka benar dan tidak melanggar KEPPH, kita ikuti. Bagusnya jika sidang kita bawa buku hukum acara. Jadi jika ada yang ngeyel, buka pasalnya dan dibacakan. Sehingga mereka tidak bisa membantah,” pungkas Albertina. (KY/Noer/Festy)


Berita Terkait