Ketua KY Berharap Ada Penguatan Wewenang dan Kelembagan melalui Perubahan UU KY
Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata saat menjadi keynote speaker dalam Diskusi Publik "Optimalisasi Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial dalam Rangka Menghadapi Perubahan" di Kampus Universitas Pajajaran, Bandung, (30/3).

Bandung (Komisi Yudisial) - Ketua Komisi Yudisial (KY) Mukti Fajar Nur Dewata mengungkapkan bahwa perlunya penguatan wewenang dan tugas, serta penguatan kelembagaan KY melalui perubahan UU KY. Menurutnya, pelaksanaan dari perubahan UU KY selama satu dekade terakhir dirasa masih memiliki kekurangan dan kebutuhan, sehingga perlunya perubahan UU KY kembali.

 

Mukti menjelaskan, KY sempat menghadapi upaya pelemahan kewenangan terkait uji materi kewenangan seleksi hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA). Atas uji materi tersebut, kemudian Mahkamah Konstitusi (MK) telah menerbitkan putusan Nomor 92/PU-XVIII/2020 bahwa kewenangan KY dalam melakukan seleksi hakim ad hoc di MA adalah konstitusional. Adanya upaya pelemahan KY, lanjutnya, telah menunjukan bahwa dalam praktiknya KY memiliki peran strategis dan memiliki kontribusi  besar untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka. 

 

"Kewenangan KY sesungguhnya tidak bersifat otoritatif karena hampir semua kewenangan KY sangat terkait dengan otoritas lembaga lain. Dalam melaksanakan kewenangan seleksi Hakim Agung, KY harus menunggu usulan yang diajukan MA dan hasil seleksinya disampaikan kepada DPR. Sementara pelaksanaan kewenangan seleksi pengangkatan hakim sudah dibatalkan oleh MK melalui putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 43/PUU-XIII/2015. Selanjutnya, berkaitan dengan pelaksanaan kewenangan pengawasan yang dilakukan KY yang hanya berakhir dengan istilah rekomendasi. Kalau pun itu final, hanya terkait pelanggaran berat yang sanksinya pemberhentian, selebihnya rekomendasi ke MA," ujar Mukti Fajar saat menjadi keynote speaker dalam Diskusi Publik "Optimalisasi Tugas dan Wewenang Komisi Yudisial dalam Rangka Menghadapi Perubahan" di Kampus Universitas Pajajaran, Bandung, (30/3).

 

Dikatakan Mukti Fajar, dalam rancangan perubahan UU KY yang hendak dilakukan memiliki sejumlah usulan, yaitu kewenangan KY dan penegak hukum dalam melakukan penyadapan terhadap adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH) dengan penambahan penegasan waktu tindak lanjut permintaan KY yang wajib dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan, dan penguatan kewenangan rekomendasi KY yang wajib untuk ditindaklanjuti, serta bersifat final dan mengikat terkait dengan penjatuhan sanksi ringan dan sedang bagi seorang hakim yang melanggar KEPPH.

Di samping itu, dalam menjalankan tugas dan kewenangannya, Anggota KY memiliki hak imunitas. 

 

"Dalam konteks penguatan kelembagaan, KY akan selalu berusaha untuk mengoptimalkan pelayanan publik dan mewujudkan atau menunjukan KY sebagai lembaga mandiri yang harus dijaga independensinya dari intervensi cabang kekuasaan lainnya," papar Mukti.

 

Ditambahkan Mukti Fajar, dalam rancangan perubahan UU KY penguatan kelembagaan dilakukan terhadap beberapa hal, diantaranya: pembentukan perwakilan KY di daerah yang secara hierarkis mampu mendukung KY dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, serta optimalisasi delegasi peraturan kepada KY.

 

Tentu saja usulan-usulan penguatan kelembagaan melalui agenda perubahan UU KY di atas perlu mendapat dukungan, terutama anggota DPR dan Pemerintah yang memiliki kewenangan mengubah dan mengesahkan UU KY serta tentu saja dukungan dari kalangan masyarakat dan akademisi.

 

“KY memerlukan rumusan dan aspirasi dari masyarakat dalam rangka mendorong perubahan UU KY. KY memerlukan masukan yg konstruktif agar dapat bekerja lebih baik demi kemajuan bangsa dan Negara," harap Mukti Fajar. (KY/Eka Putra/Festy)


Berita Terkait