CHA Ibrahim: Hakim dapat Lakukan Penemuan Hukum
CHA Ibrahim yang menjadi peserta pertama dalam weleksi wawancara dari kamar Perdata

Jakarta (Komisi Yudisial) – CHA Ibrahim yang menjadi peserta pertama dalam weleksi wawancara dari kamar Perdata berdapat, jika hakim menemukan kondisi di mana kontra antara penegakan hukum dan keadilan, maka hakim harus menegakkan keadilan terlebih dahulu. Untuk memenuhi kepastian hukum, hakim diberikan kewenangan untuk melakukan penemuan hukum.
 
“Hakim tidak boleh semata-mata menjadi corong undang-undang (UU), harus memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu hakim harus menggali nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, karena UU tidak sempurna. Maka itulah hakim memiliki kekuasaan untuk melakukan interpretasi terhadap UU yang berlaku,” ujar Ibrahim saat wawancara, Senin (20/6) di Auditorium KY, Jakarta.
 
Walaupun begitu, hal itu jangan dilakukan secara bias, harus tetap mengikuti koridor hukum dan keadilan masyarakat yang ada.
 
Hal lain yang diungkapkannya adalah keinginan Mahkamah Agung (MA) untuk melakukan limitasi terhadap perkara yang diminta banding atau kasasi. Limitasi menurut Ibrahim karena ada dua penyebab, satu meningkatnya jumlah perkara yang masuk ke MA. Kedua, karena adanya tuntutan penyelesaian perkara sesuai asas cepat dan sederhana. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya ketidaktelitian ataupun kekeliruan dalam putusan yang tidak jarang terjadi di MA.
 
“Jika MA ingin melakukan limitasi, maka saya mengusulkan agar penguatan di peradilan tingkat pertama ditingkatkan. Misalnya dalam perkara perdata, mediasi harus bisa menjadi penyelesaian perkara yang utama. Namun karena limitasi menyangkut hak warga negara, maka sudah semestinya diatur dengan UU bukan Perma,” jelas peraih gelar Master of Law (LL.M) di Rijks Universiteit Groningen The Netherlands ini.
 
Terkait Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), Ibrahim ditanyakan perlukah sumpah jika sudah ada KEPPH, atau sebaliknya? Ibrahim menjawab, bahwa sumpah adalah pernyataan suci seseorang terhadap pekerjaannya, namun bersifat abstrak. Sedangkan KEPPH bersifat lebih konkret, sehingga keduanya tidak bisa dipisahkan.
 
“Saya ingin menjadikan KEPPH sebagai sebagai salah norma utama bagi para hakim. Jika saya menjadi hakim agung, saya akan menjadi contoh bagi pelaksanaan KEPPH, sebab keteladanan merupakan hal yang penting,” pungkas mantan Anggota KY ini. (KY/Noer/Festy)

Berita Terkait