Calon Hakim ad hoc PHI M. Haedir: UU PHI Masih Banyak Kelemahan
Calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) kedua yang mengikuti wawancara terbuka adalah Muhammad Haedir.

Jakarta (Komisi Yudisial) – Calon hakim ad hoc Hubungan Industrial di Mahkamah Agung (MA) kedua  yang mengikuti wawancara terbuka adalah Muhammad Haedir. Ia banyak menyoroti kelemahan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2004  tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
 
Haedir merasakan UU tersebut masih banyak celah kelemahan. Hal tersebut karena penegakan UU masih belum maksimal. Misalnya ada putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, tapi tidak bisa dieksekusi. Bahkan pernah calon berkasus senilai 28 juta, tapi baru 2 tahun diputus oleh MA. Jadi batas waktu harusnya dipertegas.
 
“Saya diusulkan menjadi hakim ad hoc di MA karena juga ada unsur ketidakpuasan terhadap putusan MA. MA merupakan pengadilan tertinggi dan terakhir dalam perkara hubungan industrial. Namun saya sering tidak puas saat membaca putusan MA dibandingkan putusan di tingkat pertama. Karena putusan MA seringkali singkat, tanpa ada penjelasan di balik putusan itu. Misalnya cuma memutus perkara ini tidak melanggar hukum. Titik. Maka itu saya ingin memberi warna di MA,” jelas calon yang diusulkan oleh DPP Konfederasi Serikat Nasional ini.
 
Saat melakukan tugas mendampingi buruh, tidak sedikit ia ditawari sejumlah uang. Bahkan agar tidak membela buruh.
 
“Jika terjadi hal seperti itu, saya sampaikan baik-baik saya tidak bisa menerima karena melanggar kode etik sebagai advokat. Malah saya sarankan lebih baik uangnya diberikan saja ke buruh karena mereka lebih membutuhkan,” pungkasnya. (KY/Noer/Festy)
 

Berita Terkait